Update, Validitas Internal Dan Validitas Eksternal Dalam Penelitian Eksperimen
Pada posting ini kita akan mencoba membicarakan Validitas Internal dan Validitas Eksternal dalam Penelitian Eksperimen serta Bagaiamana Pengendalian Validitas Internal dan Validitas Eksternal Terhadap Penelitian Eksperimen ?
Suatu eksperimen dikatakan valid jikalau hasil yang diperoleh hanya disebabkan oleh variabel bebas yang dimanipulasi, dan jikalau hasil tersebut sanggup digeneralisasikan pada situasi di luar setting eksperimental (Emzir:2009) Sehingga ada dua kondisi yang harus diterima yakni faktor internal dan eksternal.
Untuk meyakinkan bahwa desain penelitian eksperimen layak untuk pengujian hipotesis penelitian, maka dilakukan pengendalian terhadap validitas internal dan validitas eksternal.
1. Validitas Internal
Pengendalian terhadap validitas internal dimaksudkan biar hasil penelitian yang diperoleh sanggup mencerminkan hasil pelakuan yang diberikan dan sanggup digeneralisasikan ke populasi pensampelan. Pengendalian validitas internal dari suatu desain penelitian sangat diharapkan biar hasil penelitian yang diperoleh benar-benar rnerupakan jawaban dari pelakuan yang diberikan. Beberapa variabel yang mengancam validitas internal sehingga harus dikendalikan dalam penelitian eksperimen adalah:
a. Ciri khas subyek. Beberapa ciri khas subyek yang menghipnotis hasil eksperimen adalah: umur, jenis kelamin, kecakapan. intelegensi, status sosial ekonomi, agama, kemampuan membaca. kematangan, dan lain-lain. Pada suatu eksperimen mungkin saja kelompok-kelompok subjek yang dikenal perlakuan kebetulan, mempunyai ciri khas yang berbeda, sehingga hasil yang dicapai menjadi berbeda yang disebabkan oleh ciri khas yang berbeda tersebut, bukan lantaran hasil perlakuan. Ciri khas responden dapat dikendalikan melalui pemilihan secara acak, melalui pengunaan kelompok yang setara, dan/atau melalui pemilihan kelas paralel yang mempunvai ciri khas yang sama sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
b. Lokasi. Ancaman lokasi penelitian terjadi lantaran pemilihan lokasi penelitian yang berbeda, baik dari segi ketersediaan akomodasi belajar, kemampuan mengajar guru tingkat kecerdasan siswa, ataupun faktor-faktor lain yang menghipnotis hasil berguru siswa. Pengaruh lokasi penelitian antara lain sanggup dikendalikan melalui pemilihan sekolah-sekolah yang memiliki kualifikasi yang sama, kelas yang mempunyai akomodasi dan kondisi ruang berguru yang sama, dan kelas yang mempunyai siswa yang mempunyai kemampuan yang setara
c. Instrumentasi. Penggunaan instrumen penelitian ada kalanya juga dapat mengancam validitas internal hasil perlakuan. Beberapa bahaya yang terkait dengan instrumentasi, antara lain: penggunaan instrumen yang tidak valid dan tidak reliabel, penggunaan instrumen, yang berbeda pada kelompok-kelompok subyek penelitian, pengujian yang dilakukan pada waktu yang berbeda, penskoran yang tidak obyektif. perbedaan kecemasan subyek terhadap tes, dan/atau pengumpul data yang berpihak pada kelompok tertentu. Pengaruh instrumentasi dikendalikan dengan cara memakai instrumen yang valid dan reliabel, penggunaan instrumen yang sama pada kelompok- kelompok subyek penelitian, pengujian dilakukan bersamaan pada kelompok-kelompok subyek penelitian, penskoran secara obyektif, dan/atau penggunaan pelaksana eksperimen yang tidak berpihak pada kelompok-kelompok tertentu.
d. Pengujian. Dalam penelitian eksperimen ada kalanya dilakukan dua kali tes, yaitu tes awal dan tes akhir. Pemberian tes awal ini mungkin akan mendorong siswa untuk lebih berhati-hati, lebih responsif terhadap perlakuan, lebih termotivasi untuk belajar, atau sebagian subyek yang kuat ingatannya mungkin masih tetap mengingat jawabannya pada tes awal terutama pada penggunaan tes awal dan tes simpulan yang sama, karenanya akan menghipnotis hasil yang dicapai pada tes akhir, apapun jenis perlakuan yang diberikan.
e. Sejarah. Hal ini dimaksudkan sebagai semua insiden di luar perlakuan yang muncul bersamaan dengan pelaksanaan eksperimen sehingga sangat mungkin hasil eksperimen akan terganggu atau tercemar oleh adanya insiden tersebut. Pengaruh sejarah dikontrol melalui pengacakan dan melalui proteksi perlakuan dalam jangka waktu yang sama.
f. Kematangan. Manusia pada umumnya selalu rnengalami perubahan. Perubahan itu berkaitan dengan proses kematangan, baik biologis maupun psikologis. Dengan bertambahnva kematangan pada subjek ini akan kuat terhadap variabel terikat. Dengan demikian, maka perubahan yang terjadi pada variabel terikat bukan saja lantaran adanya eksperimen, tetapi juga disebabkan proses kematangan pada subjek yang mendapatkan perlakuan. Variabel ini sanggup dikendalikan antara lain dengan cara pengacakan subyek dan/atau melalui proteksi perlakuan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, namun masih memenuhi persyaratan penelitian, sehingga subyek penelitian tidak hingga mengalami perubahan fisik dan mental yang sanggup menghipnotis hasil perlakuan.
g. Sikap subyek. Cara subyek dalam menanggapi dan terlibat dalam penelitian akan sanggup mengancam validitas internal hasil perlakuan. Hal ini biasa dikenal dengan imbas "hawthome". Jika suatu kelompok subyek mengetahui statusnya sebagai kelompok eksperimen maka mungkin mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang lebih baik, atau sebaliknya mungkin akan besikap tidak perduli terhadap perlakuan itu sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai dengan kemampuan mereka yang sebenarnya. Akibatnya hasil yang dicapai dalarn kondisi ibarat ini tidak akan valid secara internal. Pengaruh hawthome ini dikontrol dengan tidak memberitahukan status subyek sebagai kelompok eksperimen, melaksanakan eksperimen sesuai dengan kondisi apa adanya, dan/atau dengan memakai guru yang sudah dikenal siswa sehingga pembelajaran tetap berjalan sebagaimana mestinya.
h. Kehilangan subyek. Ancaman ini terjadi apabila dalam proses pelaksanaan eksperimen beberapa anggota kelompok keluar lantaran alasan-alasan tertentu, misalnya: sakit, pindah sekolah, tidak mengikuti tes akhir, dan/atau tidak menjawab instrumen pengukuran. Keluarnya anggota kelompok ini mungkin akan menghipnotis hasil eksperimen. Misalkan subyek yang keluar pada kelompok eksperimen mempunyai skor rendah pada tes awal maka pada tes simpulan rata-rata kelompok eksperimen akan meningkat bukan lantaran hasil perlakuan tetap, lantaran keluarnya beberapa subyek yang mempunyai skor rendah.
i. Regresi statistik. Regresi statistik disebut juga menurun ke rata-rata yaitu suatu fenomena yang kadang kala terjadi sebagai jawaban dari penetapan subyek eksperimen menurut skor tertinggi dan skor terendah pada tes awal. Pada kenyataannva, subyek yang memperoleh skor tertinggi pada tes awal akan cenderung menurun. (mendekati rata-rata) pada tes akhir, sebaliknya subyek yang memperoleh skor terendah pada tes awal akan cenderung meningkat (mendekati rata-rata) pada tes akhir. Peningkatan atau penurunan skor ini mungkin disebabkan oleh antara lain: kesalahan pemilihan subyek, penggunaan instrumen yarg berbeda antara tes awal dan tes atau tes akhir, dan/atau penggunaan instrumen yang tidak valid dan tidak reliabel. untuk mengatasi problem ini maka peneliti perlu berhati-hati dalam memillki subyek penelitian serta memakai instrumen yang yang valid dan reliabel, baik pada tes awal ataupun pada tes akhir.
j. Harapan pelaksana eksperimen. Karena satu dan lain hal, pelaksana eksperimen, secara sadar atau tidak sadar sangat mungkin, mempunyai pengharapan tertentu atas berhasilnya eksperimen. Akibat dari adanya impian ini sangat mungkin tanpa sadar yang bersangkutan menawarkan kunci- kunci keberhasilan kepada subjek eksperimen. Akibatnya, hasil eksperimen akan dikotori oleh imbas impian pelaksana eksperimen tersebut. Cara mengatasinya yaitu memakai pelaksana eksperimen yang tidak tahu atau tidak sadar kalau ia sedang melaksanakan eksperimen.
k. Pemilihan subyek. Dalam pemilihan subyek penelitian mungkin terjadi kesalahan. Kemampuan awal kelompok yang satu mungkin berbeda dengan kemampuan awal kelompok lainnya. Akibatnya, validitas internal hasil eksperimen akan terancam jawaban dari perbedaan kemampuan awal tersebut. Ancaman ini sanggup diatasi dengan pemilihan subyek yang benar-benar setara, contohnya pemilihan subyek secara acak atau melalui penggunaan kelompok yang sepadan.
l. Interaksi kematangan dan seleksi. Ancaman ini sering terjadi pada desain eksperimen semu, dimana kelompok-kelompok yang diteliti diambil apa adanya tanpa melalui pengacakan (misalnya kelas yang sudah terbentuk disekolah). Kendatipun pada tes awal beberapa kelas yang dibandingkan mempunyai rata-rata kemampuan yang setara, namun jikalau tingkat kematangan suatu kelas lebih cepat dari kelas lainnya maka hal ini kemungkinan akan menjadikan perbedaan hasil simpulan perlakuan. Jika hal ini tidak dikendalikan maka hasil penelitian ini menjadi tidak valid secara internal.
2. Validitas Eksternal
Validitas ini mengacu pada kemampuan generalisasi suatu penelitian. Dimana diharapkan kemampuan suatu sampel populasi yang benar-benar bisa digeneralisasikan ke populasi yang lain pada waktu dan kondisi yang lain.
Campbell dan Stanley dalam Gay (1981) yang dikutip Emzir (2009) mengidentifikasi beberapa bahaya terhadap validitas eksternal, diantaranya:
1. Interaksi Prates-Perlakuan, dimana biasanya sering muncul bila respons subjek berbeda pada setiap perlakuan lantaran mengikuti prates.
2. Interaksi Seleksi-Perlakuan, dimana jawaban yang muncul bila subjek tidak dipilih secara acak sehingga seleksi subjek yang berbeda diasosiasikan dengan ketidakvalidan internal.
3. Spesifisitas Variabel, yaitu suatu bahaya terhadap yang tidak mengindahkan generalisabilitas dari desain eksperimental yang digunakan.
4. Pengaturan Reaktif, mengacu pada faktor-faktor yang diasosiasikan dengan cara bagaimana penelitian dilakukan dan perasaan serta perilaku subjek yang dilibatkan.
5. Interferensi Perlakuan Jamak, biasanya sering muncul bila subjek yang sama mendapatkan lebih dari satu perlakuan dalam pergantian.
6. Kontaminasi dan Bias Pelaku Eksperimen, sering muncul bila keakraban subjek dan peneliti menghipnotis hasil penelitian.
Pengendalian terhadap validitas eksternal dimaksudkan biar hasil penelitian sanggup digeneralisasikan atau diberlakukan ke situasi lain yang belum diteliti. Validitas eksternal ini terdiri atas validitas populasi dan validitas ekologis. Validitas populasi berarti suatu hasil penelitian sanggup digeneralisasikan kepada populasi pensampelan atau kepada populasi lain yang mempunyai ciri khas yang sama meskipun populasi itu belum diteliti. Validitas ekologis berarti suatu hasil peneliti harus menguraikan secara lengkap wacana kondisi pelaksanaan eksperimen itu, sehingga para pembaca sanggup menilai sejauh mana hasil eksperimen itu sanggup diterapkan ke situasi lain.
Pengendalian terhadap validitas ekologis meliputi:
a) Pengaruh perlakuan ganda, dikontrol dengan menawarkan perlakuan yang sama atau hanya dengan memberi satu perlakuan kepada masing-masing kelompok subyek;
b) Pelaksana dan subyek yang mengetahui status mereka dalam eksperimen (hawthome effect); dikontrol dengan tidak memberitahukan keterlibatan pelaksana dan subyek dalam eksperimen dan/atau pelaksanaan eksperimen diubahsuaikan dengan kondisi yang sebenamya,
c) Pengaruh ciri khas pelaksana eksperimen dikendalikan dengan memakai pelaksana yang sama atau yang memiliki kemampuan yang setara sebagai pelaksana eksperimen, baik pada kelompok eksperimen, ataupun pada kelompok kontrol;
d) Pengaruh tes awal dikendalikan dengan cara menawarkan tes awal yang sama antara Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan/atau jikalau memungkinkan tidak menawarkan tes awal,
e) Pengaruh ujian simpulan dikendalikan dengan memakai instrumen, yang benar-benar mewakili materi didik dan ujian itu sendiri dilaksanakan sesegera mungkin setelah menberikan perlakuan.
Untuk memastikan bahwa penelitian menghasilkan laporan yang valid, maka keseluruhan bahaya validitas di atas harus dikendalikan oleh peneliti. Teknik yang dilakukan sangat beragam, tergantung kebutuhan dan jenis ancaman yang muncul. Bila ancaman-ancaman ini diabaikan, sangat mungkin hasil penelitian tidak valid dan tidak memberikan kesimpulan yang berarti.
Bahan bacaan :
Alsa, Asmadi. (2004) Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ary, D., Jacob, L.C. and Razavieh, A. (1985). Introduction to Research in Education. 3rd Edition. New York: Holt, Rinehart and Winston
.
Fred N. Kerlinger. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Gay, L.R. (1983). Educational Research Competencies for Analsis & Application. 2nd Edition. Ohio: A Bell & Howell Company.
Hadi, Sutrisno. (1985) Metodologi Research Jilid 4. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
Latipun. (2002) Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.
Pascasarjana UNTIRTA. 2012. Buku Pedoman Penulisan Tesis. Serang: Pascasajana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Ross, S.M., & Morrison, G.R. (2003). Experimental Research Methods. Ln D. Jonassen (Ed.) Handbook of Research for Educational Communications and Technology. (2nd Ed.). (pp 1021-1043). Mahwah Nj: Lawrence Erlbaum Associates.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suryabrata, Sumadi. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: PT RajaGravindo Persada.